Minggu, 15 Mei 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN SEROTINUS DAN SECTIO CAESAREA

A.Definisi
Serotinus adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia kehamilan dengan rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri ( Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 ).

B.Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan post matur belum diketahui dengan jelas, namun diperkirakan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
Masalah ibu:
 Cervix belum matang
 Kecemasan ibu
 Persalinan traumatis
 Hormonal
 Factor herediter
Masalah bayi:
 Kelainan pertumbuhan janin
 Oligohidramnion.

C. Tanda dan Gejala
 Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau secara objektif kurang dari 10x / menit.
 Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:
a. Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.
b. Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum ( kehijuan di kulit.
c. Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit dan tali pusat.
 Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur.
 Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
 Rambut kepala lebih tebal.

D. Pathways

E. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.
b. Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
c. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
d. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.
e. Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
f. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
g. Pemeriksaan sitologi vagina.

F. Pengaruh terhadap ibu dan bayi
Ibu:
Persalinan postmatur dapat menuebabkan distosia karena kontraksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, molding kepala kurang, sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, perdarahan post partum yag mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
Bayi :


Jumlah kematian janin atau bayi pada kehamilan 42 minggu 3x lebih besar dari kehamilan 40 minggu. Pengaruh pada janin bervariasi, biantaranya berat janin bertambah, tetap atau berkurang,

G. Penatalaksanaan
a. Setelah usia kehamilan lebih dari 40- 42 minggu, yang terpenting adalah monitoring janin sebaik – baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda – tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan kematangan cervik, apabila sudah matang, boleh dilakukan induksi persalinan.
d. Persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang – kadang besar dan kemungkinan disproporsi cephalopelvix dan distosia janin perlu diperhatikan. Selain itu janin post matur lebih peka terhadap sedative dan narkosa.
e. Tindakan operasi section caesarea dapat dipertimbangkan bila pada keadaan onsufisiensi plasenta dengan keadaan cervix belum matang, pembukaan belum lengkap, partus lama dan terjadi gawat janin, primigravida tua, kematian janin dalam kandungan,pre eklamsi, hipertensi menahun, anak berharga dan kesalahan letak janin.

SECTIO CAESAREA
A. Definisi
Cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

B. Jenis- jenis sectio caesarea
a. Abdomen ( Sectio Caesarea Abdominalis )
Sectio Caesarea Transperitonealis
1. Sectio Caesarea klasik atau corporal dengan insisi m,emanjang pada corpus uteri.
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira – kira 10 cm.
Kelebihan:
- Mengeluarkan janin lebih cepat
- Tidak menyebabkan komplikasi tertariknya vesica urinaria
- Sayatan bisa diperpanjang proximal atau distal.
Kekurangan
- Mudah terjadi penyebaran infeksi intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik.
- Sering terjadi rupture uteri pada persalinan berikutnya.
2. Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang ( konkaf ) pada segmen bawah rahim, kira – kira 10 cm.
Kelebihan:
- Penutupan luka lebih mudah.
- Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik.
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
- Perdarahan kurang.
- Kemungkinan terjadi rupture uteri spontan kurang / lebih kecil daripada cara klasik.
Kekurangan:
- Luka dapat melebar ke kiri , ke kanan dan ke bawah sehingga dapat menyebabkan arteri Uterina putus sehingga terjadi pendarahan hebat.
- Keluhan pada vesica urinaria post operatif tinggi.
Sectio Caesarea Extraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdomen.

b. Vagina (( Sectio Caesarea Vaginalis )
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
- Sayatan memanjang ( longitudinal menurut Kronig.
- Sayatan melintang ( transversal ) menurut Kerr.
- Sayatan huruf T ( T incision )

C. Komplikasi
a. Infeksi puerperal ( nifas )
- Ringan ditandai dengan adanya kenaikan suhu beberapa hari saja.
- Sedang, ditandai dengan kenaikan suhu lebih tinggi, dehidrasi dan perut kembung.
- Berat, dengan peritonitis, sepsis atau ileus paralitik.
b. Pendarahan, disebabkan oleh:
- Banyak pembuluh darah terputus.
- Atonia uteri
- Perdarahan pada plasental bed.

d. Luka Vesica Urinaria, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila retroperitonealisasi terlalu tinggi.
e. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

D. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian data utama klien
- Identitas Klien
- Status kehamilan
- Riwayat kehamilan
- Riwayat kesehatan

b. Pengkajian fungsional
Tinjauan ulang catatan prenatal dan intra operatif serta indikasi section caesarea.
- Sirkulasi : pucat, riwayat hipertensi, pendarahan ( 600 – 800 mL )
- Integritas ego : gembira, marah, takut, pengalaman kelahiran.
- Eliminasi: urine, bising usus.
- Makanan / cairan : abdomen lunak, tidak ada distensi, nafsu makan, berat badan, mual, muntah.
- Neurosensori : kerusakan gerakan, tingkat anastesi
- Nyeri : trauma bedah, nyeri penyerta, distensi vu, mulut kering.
- Pernafasan : bunyi nafas
- Keamanan : balutan abdomen, eritema, bengkak.
- Seksualitas : Kontraksi fundus, letak, lochea
- Aktivitras : kelelahan, kelemahan, malas.

c. Pengkajian lanjutan
- Observasi tanda – tanda vital.
- Pengkajian head to toe

d. Diagnosa keperawatan
- Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma pembedahan.
- Resiko tinggi infeksi b.d penyembuhan jaringan belum terjadi
- Kerusakan integritas kulit b.d luka section caesarea.
- Perubahan eliminasi urine b.d trauma mekanis, efek anastesi.

e. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma pembedahan
Kriteria hasil:
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengatasi nyeri/ ketidaknyamanan dengan tepat.
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang.
- Klien relaks, mampu istirahat.
Intervensi
- Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, perhatikan isyarat verbal dan non verbal.
- Monitor tanda – tanda vital
- Ubah posisi klien, berikan tindakan kenyamanan dan posisi nyaman.
- Ajarkan latihan nafas dalam.
- Anjurkan ambullasi dini.
- Kolaborasi pemberian analgesic.

2. Resiko tinggi infeeksi b.d penyembuhan jaringan belum terjadi.
Kriteria hasil :
- Klien bebas dati tanda – tanda infeksi.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
- Pantau tanda – tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
- Observasi proses penyembuhgan luka.
- Pertahankan teknik aseptic pada perawatan luka.
- Observasi terhadap adanya drainase.
- Kolaborasi pemberian antibiotika sesuai indikasi.

Daftar Pustaka:
1. Cunningham. Mac Donald. Grant obstetric Williams. Ed 18 Jakarta: EGC, 1995.
2. Hamilton PM, Dasar – dasar keperawatan maternitas Ed 6, Jakarta : EGD. 1995.
3. Mansjoer, Arif, Kapita selekta kedokteran jilid 1 Ed 3, Jakarta : Media Aesculapius. 1999
4. Mochtar R. Sinopsis obstetric jilidf 1. Ed 2. Jakarta: EGC.1998
5. Dongoes, Moorhouse, Rencana perawatan maternal/ bayi Ed 1, Jakarta : EGC 2001.

Read More............

Hati - Hati Alergi Makanan Pada Anak

Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak

meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan pada kesehatan anak di masa yang akan datang. Penyakit infeksi tampaknya akan semakin berkurang karena semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pencegahan penyakit infeksi. Kasus alergi pada anak belum banyak diperhatikan secara baik dan benar baik oleh para orang tua atau sebagian kalangan dokter sekalipun.

Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah diketahui. Sebelumnya kita sering mendengar bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal. Padahal alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Alergi pada anak sangat beresiko untuk mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Epidemiologi

Di Inggris tahun 2000 dilaporkan 70% penderita alergi mengalami serangan alergi lebih dari 7 tahun Sekitar 50% orang dewasa mengetahui penyebab gejala alergi dalam 5 tahun, tetapi 22% menderita alergi sebe;um menemukan penyebabnya. Sebanyak 80% penderita alergi mengalami gejala seumur hidupnya.

Di Amerika penderita alergi makanan sekitar 2 - 2,5% pada dewasa, pada anak sekitar 6 - 8%. Setiap tahunnya diperkirakan 100 hingga 175 orang meninggal karena alergi makanan. Penyebab kematian tersebut biasanya karena anafilaktik syok, tersering karena kacang tanah. Lebih 160 makanan dikaitkan dengan alergi makanan. Para ahli berpendapat penderita alergi di negara berkembang mungkin lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat

Definisi Alergi

Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu

1. Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)

Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.

2. Alergi makanan (Food Allergy)

Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang.

3. Intoleransi Makanan (Food intolerance)

Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu

Mekanisme Terjadinya Alergi

Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal..

Alergen di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik. Alergen makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.

Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat (delayed onset reaction).

Immediate Hipersensitivity atau reaksi cepat terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell& Coombs). Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup pajanan alergi.

Delayed Hipersensitivity atau reaksi lambat terdapat 3 kemungkinan, yaitu terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, reaksi hipersensitifitas tipe III dan reaksi hipersensitifitas tipe IV. Terjadi lebih dari 8 jam setelah terpapar allergen.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pengeluaran mediator yang mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.

Penyebab Terjadinya Alergi

Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.

Faktor genetik

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 - 40%,. Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 - 70%.

Untuk mengetahui resiko alergi pada anak kita harus mengetahui bagaimana gejala alergi pada orang dewasa. Gejala alergi pada orang dewasa juga bisa mengenai semua organ tubuh dan sistem fungsi tubuh.

Imaturitas usus

Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secra imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur system pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh.

Pajanan alergi

Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada tahun pertama kehidupan. Pemberian PASI meningkatkan angka kejadian alergi

Tanda dan Gejala Alergi

Sistem Pernapasan : batuk, pilek, bersin, sesak (astma).

Sistem Pembuluh Darah dan jantung : palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan), nyeri dada, pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung meningkat; tangan hangat, kedinginan, nyeri dada.

Sistem Pencernaan : nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sering buang angin (flatus), mulut berbau, lapar, haus, saliva meningkat, sariawan, lidah kotor, nyeri gigi, nyeri ulu hati, kesulitan menelan, perut keroncongan, konstipasi, nyeri perut, kram perut, timbul lendir atau darah dari rektum, anus gatal atau panas.

Kulit : dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam seperti digigit nyamuk, kulit kaki dan tangan kering tapi wajah berminyak, sering berkeringat.

Telinga Hidung Tenggorokan : hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, epitaksis, tidur mendengkur, mendengus, tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), telinga terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan, pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala belakang bawah

Sistem Saluran Kemih dan kelamin : Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge; genitalia gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila berhubungan.

Sistem Susunan Saraf Pusat : sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama orang, barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa penuh atau membesar, sering mengantuk, malas bergerak, gangguan konsentrasi, mudah marah, sering cemas, panik, overaktif, halusinasi, paranoid, bicara gagap, paralysis, impulsif (bila tertawa atau bicara berlebihan), depresi, terasa kesepian, lemas (flu like symtomp).

Sistem Hormonal : kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher), endometriosis, Premenstrual Syndrome, kemampuan sex menurun, Chronic Fatique Symptom (sering lemas), rambut rontok.

Jaringan otot dan tulang : nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi, fatigue (kelelahan), kelemahan otot, nyeri, bengkak, kemerahan lokal pada sendi, arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu tegang, otot leher tegang, spastik umum, gerak terbatas.

Gigi dan mulut : nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi, gusi sering berdarah. sering sariawan, bibir kering, sindrom oral dermatitis.

Mata : nyeri di dalam atau samping mata, mata berair, sekresi air mata berlebihan, kemerahan dan edema palpebra, kadang mata kabur, diplopia, kehilangan kemampuan visus sementara, hordeolum.

Penyebab Alergi

Gejala dan tanda alergi pada anak dapat ditimbulkan oleh adanya alergen sebagai penyebab yang diterima oleh di antaranya adalah makanan seperti:

  • Daging ( ayam, itik, sapi ) telor ( ayam/puyuh, itik )
  • Ikan laut (cumi, udang, kepiting, salmon/tuna, ikan laut lainnya)
  • Coklat, kacang tanah, kacang hijau, susu sapi, keju, kecap
  • Buah-buahan ( terutama melon, semangka, mangga, rambutan , nanas, tomat, durian, korma, duku, jeruk, pisang, pear , jagung dan lain-lain ).
Faktor Pencetus Alergi

Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan.

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Bila terdapat pencetus alergi disertai terpapar penyebab alergi maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak terkena penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan atau kelahan seorang penderita asma tidak kambuh. Berarti saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya.

Pemeriksaan Penunjang

Uji Kulit Alergi

Uji kulit dapat dilakukan dengan uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test) dan uju suntik intradermal (intrademal test). Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring dengan menggunkan ekstrak allergen yang ada di lingkungan penderita seperti debu, bulu kucing, susu, telur, coklat, kacang dan lain-lain. Uji kulit sangatlah terbatas nilai diagnostiknya, karena hanya bisa mendiagnosis alergi makanan tipe 1 (tipe cepat). Hasil uji kulit bukanlah hasil ahkir atau penentu diagnosis.

Pemeriksaan Lainnya

Darah tepi, foto toraks, ige total dan spesifik dan pemeriksaan penunjang lainnya (lemak tinja, immunoglobulin, antibody monoclonal dalam sirkulasi, pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell histamine release (IMCHR), provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsy usus setelah dan sebelum pemberian makanan)

Diagnosis Alergi

Diagnosis dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi. Diagnosis alergi makanan tidak ditegakkan berdasarkan test alergi, karena validitasnya sangat terbatas. Hasil tes alergi positif belum tentu mengalami alergi makanan. Demikian pula sebaliknya hasil negative belum tentu tidak alergi makanan tersebut.

Jenis alergi makanan di tiap Negara berbeda tergantung usia dan kebiasaan makan makanan tertentu. Alergi makanan pada bayi di Amerika Serikat terbanyak disebabkan karena protein susu sapi, sereal, telur, ikan dan kedelai. Pada usia lebih tua coklat, kacang tanah lebih berperanan.

Penatalaksanaan Alergi

Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.

Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau membaca label makanan.

Daftar Pustaka

Ellen W. Cutler.The Food Allergy Cure: A New Solution to Food Cravings, Obesity, Depression, Headaches, Arthritis, & Fatigue.London 2003.

Hill DJ, Firer MA, Shelton MJ, Hosking CS. Manifestations of milk allergy in infancy: clinical and immunologic findings. J Pediatr 1986;109:270-6.

Hill DJ, Hosking CS, Heine RG. Clinical spectrum of food allergy in children in Australia and South-East Asia: identification and targets for treatment. Ann Med. 1999;31(4):272-281.

Judarwanto W. General manifestation of allergy in children under 5 years, 2003. (unpublished)

Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.

Walker-Smith JA, Ford RP, Phillips AD. The spectrum of gastrointestinal allergies to food. Ann Allergy 1984;53:629-36.

Read More............

Penyebab Anak Susah Makan

Mungkin Anda sendiri mengalaminya saat memberi makan si buah hati susahnya minta ampun. Mulai dari tidak mau makan, tidak mau membuka mulut, mengulum makanan namun tidak ditelan, memuntahkan makanannya kembali, kesulitan dalam mengunyah atau menelan makanan, hanya menyukai beberapa jenis makanan saja, bahkan sampai memakan benda-benda yang tidak layak untuk dimakan. Ditambah lagi kecemasan orang tua akan tidak terpenuhinya kecukupan gizi, energi untuk proses tumbuh kembangnya.

Tidak usah terlalu cemas berlebihan menghadapi situasi ini, jika anak masih tampak aktif dan bahagia berarti kebutuhan energi masih terpenuhi. Namun jika situasi tersebut terjadi berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, maka perlu diperhatikan dampak yang akan terjadi.

Pertama-tama yang kita lakukan adalah mencari tahu penyebab anak tidak mau makan.
Banyak hal yang menyebabkan anak susah makan. Karena bagi anak, saat makan itu bukan hanya pemenuhan gizi tetapi juga saat penuh tantangan, rasa ingin tahu, berlatih, belajar.

Penyebab masalah kesulitan makan pada anak dapat berupa :
Faktor organik ;

Meliputi rongga mulut (sariawan di bibir, gusi, lidah, rongga mulut), tumbuh gigi, gangguan usus dan organ-organ tubuh yang berhubungan dengan pencernaan, yang dipengaruhi oleh sistem saraf.

Faktor nutrisi ;

Pengetahuan ibu atau pengasuh dalam menentukan jenis, jumlah makanan yang diberikan kepada anak sesuai perkembangan usianya.

Faktor psikologis ;

Sering kali menjadi hambatan dalam perkembangan keterampilan makan anak. Sikap suka memaksakan makanan menyebabkan bayi/ anak merasakan proses makan sebagai saat yang tidak menyenangkan , berakibat timbulnya rasa anti terhadap makanan. Sering kali timbul masalah pada ibu mengenai hal tentang masalah sosio-kultural dan aturan makan yang ketat / berlebihan , sikap yang terlalu obsesif dan overprotektif sehingga menimbulkan respon negatif dari anak.

Tips Menghadapi anak yang tidak mau makan

Anak terkadang bosan dengan menu makan atau penyajian makanan.
Menu makan yang itu-itu saja akan membuat anak bosan dan malas makan. Belum lagi cara penyajian makanan yang campur aduk antara lauk pauk ( makanan diblender ) jadi satu. Sama seperti orang dewasa, kalau kita makan dengan menu yang sama tiap hari dan disajikan dengan campur aduk, pasti akan malas makan. Begitu juga dengan pengenalan makanan kasar.

Tips : variasikan menu makan anak. Jika perlu buat menu makan anak minimal selama 1 minggu untuk mempermudah ibu mengatur variasi makanan. Jadi tergantung pinter-pinternya ibu memberikan makanan bervariasi. Seperti kalau anak yang tidak mau nasi, bisa diganti dengan roti, makaroni, pasta, bakmi, dan sebagainya. Penyajian makanan yang menarik juga penting sekali. Jangan campur adukkan makanan. Pisahkan nasi dengan lauk pauknya. Hias dengan aneka warna dan bentuk. Jika perlu cetak makanan dengan cetakan kue yang lucu.

Memakan cemilan padat kalori menjelang jam makan

Ngemil menjelang jam makan menyebabkan anak tidak merasa lapar. Seperti permen, minuman ringan, coklat, hingga snack ber-MSG, dan sebagainya. Akibatnya ketika jam makan tiba anak sudah merasa kenyang.

Tips : Atur makanan selingan atau cemilan jauh sebelum waktu makan tiba. Beri juga cemilan yang sehat seperti potongan buah, sayur kukus, keju, yoghurt, es krim, cake buatan ibu, dan sebagainya.

Minum susu terlalu banyak
Susu di banyak keluarga dianggap sebagai makanan yang bisa menggantikan makanan utama seperti nasi, sayur dan lauk pauknya Orang tua cenderung kurang sabar memberikan makanan kasar. Atau orang tua sering takut anaknya kelaparan, sehingga makanan diganti dengan susu. Akhirnya, daripada perut si anak tidak kemasukan makanan, diberikan saja susu berlebihan. Padahal setelah anak berusia 1 tahun, kehadiran susu dalam menu sehari-hari bukanlah hal wajib. Secara gizi, susu hanya untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan fosfor saja. Sebenarnya kalsium dan fosfor ini dengan mudah kita dapatkan dalam ikan-ikanan, sayur dan buah.

Tips : sebaiknya kurangi susu. Di atas usia 1 tahun kebutuhan susu hanya 2 gelas sehari. Mulailah melatih anak dengan berbagai jenis makanan.

Terpengaruh kebiasaan makan orang tua

Anak suka meniru apa yang dilakukan oleh anggota keluarga lainnya, terutama orang tuanya. Banyak perilaku yang dilakukan orang tuanya yang mempengaruhi perilaku makan anak. Misalnya anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang malas makan (misalnya diet), akan mengembangkan perilaku malas makan juga padaa si anak. Perilaku lainnya, sering kita jumpai orang tua masih menyuapi anak yang sudah kelas V SD. Akibatnya anak tidak terlatih untuk bisa makan sendiri. Perilaku makan yang kurang pas juga seperti kebiasaan orang tua ketika menenangkan anak yang sedang rewel dengan cara membelikan jajanan yang padat kalori (permen, minuman ringan, coklat, dan sebagainya.). Akibatnya anak kekenyangan dan malas makan.

Tips : perhatikan dan ubah kebiasaan dan perilaku orang tua kapanpun, termasuk perilaku makan. Ingat, anak merekam, belajar dan menerapkan semua hal yang ia dapat dari lingkungan sekitarnya, terutama orang tuanya. Biarkan anak mencoba memakan makanan sendiri sejak dini, tanpa disuapi. Tidak perlu takut berantakan. Kan tidak berantakan berarti tidak belajar.

Munculnya sikap negativistik pada anak
Pada usia lebih dari 2 th, anak sering membangkang / tidak mau patuh. Saat makan tiba, anak terkadang bilang tidak mau, makanannya suka dilepeh atau dilempar, dan sebagainya. Ini disebut sikap negativistik. Sikap negativistik merupakan fase normal yang dilalui tiap anak usia balita. Sikap ini juga suatu bagian dari tahapan perkembangannya untuk menunjukkan keinginan untuk independent . Jadi batita umumnya ditandai dengan “aku”, artinya segala sesuatunya harus berasal dari “aku” bukan dari orang lain. Nah banyak orang tua yang tidak memahami hal ini, sehingga akibat terlalu khawatir kecukupan gizi anak tidak terpenuhi, orang tua biasanya makin keras memaksa anaknya makan. Ada orang tua yang mengancam anaknya bahkan hingga memukul. Cara-cara tersebut harus dihindari.

Justru semakin anak pada usia ini dipaksa, justru akan makin melawan (sebagai wujud negativistiknya) . Realisasinya apalagi kalau bukan penolakan terhadap makanan. Bisa dimaklumi kalau ada orang yang sampai dewasa enggan makan nasi atau sama sekali tak menyentuh daging. Bisa jadi sewaktu masih kecil yang bersangkutan sempat mengalami trauma akibat perlakuan orang tuanya yang selalu memberinya makan secara paksa.

Tips : Pahami kondisi anak dengan baik. Jadilah orang tua yang otoritatif. Artinya bersikap tidak memaksa, tetapi juga tidak membiarkan begitu saja. Bina komunikasi yang baik dengan anak. Bersabarlah menghadapi anak.

Anak sedang sakit / sedih
Anak tidak mau makan dapat juga disebabkan karena anak sedang sakit atau sedang sedih. Kalau semula anak terlihat aktif, riang dan cerewet, maka disaat sakit ia lebih suka diam dan terlihat malas-malasan.

Tips : Kembali pada konsep bina komunikasi yang baik. Jangan paksakan anak kalau tidak mau makan. Beri makanan ringan yang padat kalori, seperti makaroni skutel, dan sebagainya.

Yang jelas dan perlu diingat baik-baik oleh tiap orang tua adalah, seberapapun anak tidak mau / susah makan, ia tidak akan membiarkan dirinya kelaparan ! Selama mentalnya sehat. Artinya, begitu ia kelaparan, maka ia akan makan.

Tetap kreatif mengolah dan menyajikan makanan, bina komunikasi yang baik, terus belajar menjadi orang tua dan memahami kondisi anak, dan bersabar.

Read More............

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

B. ETIOLOGI
Biasanya Kejang Demam terjadi akibat adanya Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
 Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
 Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
 Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
 Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
 Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
 Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
 Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku


2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
 Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
 Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
 Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
 Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
 Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
 Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
 Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
 Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
 Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
 Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
 Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
 Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
 Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

E. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental

F. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
 Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 GDA
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan penunjang
 Semua pakaian ketat dibuka
 Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
 Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
 Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.

3. Pengobatan rumat
 Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
 Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
 Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
 Kejang demam yang mempunyai ciri :
- Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
- Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
- Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
- Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan

4. Mencari dan mengobati penyebab

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A. Pengkajian
Pengkajian neurologik :
1. Tanda – tanda vital
 Suhu
 Pernapasan
 Denyut jantung
 Tekanan darah
 Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
 Fontanel : menonjol, rata, cekung
 Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
 Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
 Ukuran
 Reaksi terhadap cahaya
 Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
 Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
 Iritabilitas
 Letargi dan rasa mengantuk
 Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
 Alam perasaan
 Labilitas
6. Aktivitas kejang
 Jenis
 Lamanya
7. Fungsi sensoris
 Reaksi terhadap nyeri
 Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
 Refleks tendo superfisial
 Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
 Kemampuan menulis dan menggambar
 Kemampuan membaca

B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi cidera
2. Gangguan citra tubuh
3. Resiko tinggi koping keluarga dan koping individu tidak efektif

C. Intervensi keperawatan
1. Kejang
 Lindungi anak dari cidera
 Jangan mencoba untuk merestrain anak
 Jika anak berdiri atau duduk sehingga terdapat kemungkinan jatuh, turunkan anak tersebut agar tidak jatuh
 Jangan memasukan benda apapun kedalam mulut anak
 Longgarkan pakaiannya jika ketat
 Cegah anak agar tidak trpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin terbentur dengan anak dan singkirkan semua benda tajam dari daerah tersebut
 Miringkan badan anak untuk mem fasilitasi bersihan jalan nafas dari sekret
2. Lakukan observasi secara teliti dan catat aktiitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respon pengobatan
 Waktu awitan dan kejadian pemicu
 Aura
 Jenis kejang
 Lamanya kejang
 Intervensi selama kejang
 Tanda tanda vital


DAFTAR PUSTAKA

1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
3. Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC
4. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
5. Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php

Read More............

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA AKUT DAN PERFORATA

A. Pengertian
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Yang paling sering terlihat ialah :
1. Otitis media viral akut
2. Otitis media bakterial akut
3. Otitis media nekrotik akut

B. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.

C. Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

Klik Gambar Untuk Memperbesar



D. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l. Reflek kejut
m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n. Tipe warna 2 jumlah cairan
o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p. Alergi
q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi

2. Fokus Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi:
(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi perluasan lebih lanjut.
(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
(d) Kolaborasi pemberian antibiotik
Evaluasi: infeksi tidak terjadi

3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan
Intervensi:
(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh
(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka
Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan


OTITIS MEDIA PERFORATA
A. Pengertian
Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau bernanah.(Kapita selekta kedokteran, 1999)

B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain:
1. Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau timpano-sklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

C. Patofisiologi
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan daripada menetap. Keadaan kronis lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
OMP terutama pada masa anak-anak akan terjadi otitis media nekrotikans dapat menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu gendang telinga tetap berlubang atau sembuh dengan membran atropi kemudian kolps ke dalam telinga tengah memberi gambaran optitis media atelektasis.


D. Pemeriksaan Penunjang
1. Audiometrik untuk mengetahui tuli konduktif
2. Foto rontgent untuk mengetahui patologi mastoid
3. Otoskop untuk melihat perforasi membran timpani

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji riwayat infeksi telinga dan pengobatan
b. Kaji drainage telinga, keutuhan membran timpani
c. Kaji penurunan / tuli pendengaran
d. Kaji daerah mastoid

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses infeksi efek pembedahan.
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungen dengan komplikasi proses pembedahan / penyakit.
c. Gangguan persepsi sensori auditory berhubungan dengan proses penyakit dan efek pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
a. Meningkatkan kenyamanan
1) Berikan tindakan untuk mengurangi nyeri
 Beri analgetik
 Lakukan kompres dingin pada area
 Atur posisi nyaman
2) Beri sedatif secara hati-hati agar dapat istirahat (kolaborasi)
b. Pencegahan penyebaran infeksi
1) Mengganti balutan pada daerah luka
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Beri antibiotik yang disarankan tim medis
4) Awasi terjadinya infeksi
c. Monitor perubahan sensori
1) Catat status pendengaran
2) Kaji pasien yang mengalami vertigo setelah operasi
3) Awasi keadaan yang dapat menyebabkan injury nervus facial
3. Evaluasi
a. Tak ada infeksi lokal atau CNS
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
c. Dapat mendengar dengan jelas tanpa atau menggunakan alat bantu pendengaran


DAFTAR PUSTAKA

1. Donna L. Wong, L.F. Whaley, Nursing Care of Infants and Children, Mosby Year Book.

2. Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI,1997.

3. Wong Whaley, Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby Year Book.

Read More............

MATERI KARSINOMA NASOFARING (KANKER NASOFARING)

A. Pengertian
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)

B. Etiologi
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).

C. Pathofisiologi / Pathways
Terlampir

Klil Gambar Untuk Memperbesar


D. Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
2. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
3. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
4. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Radioterapi merupakan pengobatan utama
2. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

G. Pengkajian
1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup.
5. Tanda dan gejala :
 Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yangmempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
 Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
 Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
 Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
 Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
 Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
 Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
 Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
 Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
 Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
 Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
2. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
3. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
4. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
5. Purnaman S. Pandi.

Read More............
 

Design By:
SkinCorner